Kabur sejenak atau 'menghilang' sementara waktu di tengah masalah merupakan bentuk mekanisme 'pertahanan diri'. Ini karena otak sedang berusaha melindungi tubuh dari rasa yang tidak enak.
Menurut psikolog klinis Maharani Octy Ningsih, kondisi seperti ini kerap disalahartikan oleh banyak orang. Mereka yang kabur, seringkali dianggap sebagai pengecut karena dinilai tidak berani menghadapi masalah.
Menurut Maharani, ada beberapa alasan mengapa seseorang cenderung suka kabur dari masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alasan di balik sikap itu biasanya menghindari adanya rasa sakit hati, di mana masalah bisa bikin cemas, takut, atau down. Jadi buat sebagian orang, pura-pura nggak ada masalah terasa lebih gampang," kata Maharani kepada detikcom Kamis (4/9/2025).
"Kurang mempunyai skill yang cukup buat menghadapi masalah. Biasanya tidak semua orang terbiasa belajar cara handle konflik yang baik, hingga akhirnya, kabur jadi jalan pintas yang paling cepat," lanjutnya.
Pengalaman pahit di masa lalu juga bisa memicu seseorang untuk 'kabur'. Contohnya, saat mereka mencoba menghadapi masalah, justru mendapatkan sesuatu yang buruk, seperti dimarahi dan disalahkan, sehingga otak menganggap bahwa menghadapi masalah merupakan sesuatu yang berbahaya.
"Adanya perasaan bahwa diri nggak mampu menghadapinya. Minder, ngerasa lemah, atau takut salah. Akhirnya mundur duluan sebelum mencoba," katanya.
Ciri-ciri Orang yang Suka Kabur dari Masalah
- Sering menunda (procrastinate)
- Menghindari pembicaraan serius
- Ghosting atau menarik diri
- Mencari pelarian berlebihan (nonton, tidur, belanja, makan, main game)
- Mudah defensif atau menyangkal
- Tampak cemas dan tidak produktif
Apakah Ini Tanda Orang 'Sakit'?
Dari kacamata psikologi, kondisi seperti ini belum tentu menunjukkan seseorang membutuhkan pertolongan profesional. Pasalnya, menghindar juga termasuk sesuatu yang normal karena semua orang pernah melakukannya.
"Tapi kalau kebiasaan ini jadi terlalu sering sampai bikin kerjaan jadi berantakan atau terbengkalai, hubungan sama orang lain rusak, atau bahkan hidup terasa mandek, hal tersebut menjadi tanda bahwa ada masalah psikologis tertentu," kata Maharani.
"Kalau dalam psikologi, pola ini disebut avoidance coping. Kabur dari masalah itu bukan berarti menunjukkan kita lemah atau terlihat aneh. Itu cara tubuh melindungi diri, tapi kalau kebiasaan ini berubah jadi pola hidup yang bikin makin susah, di situlah waktunya cari cara lebih sehat buat hadapi masalah," tutupnya.
Risiko Suka Kabur dari Masalah
Tentunya, ada risiko yang harus ditanggung saat seseorang cenderung lari dari masalah, alih-alih mencoba menyelesaikannya.
"Masalah jadi numpuk. Awalnya kabur memang bikin lega, tapi karena masalah nggak diberesin, jadi makin gede. Lalu, stres yang nggak kelar-kelar, rasanya kayak ngusir nyamuk tapi jendelanya tetep kebuka, percuma kan?"
"Muncul rasa bersalah, jadi sering ada pikiran 'kok gue pengecut banget sih?'. Terus hubungan bisa rusak karena ketika kita kabur misal dari teman, pasangan, keluarga, mereka bisa merasa nggak dianggap," sambungnya.
Mereka yang suka kabur tersebut bisa merasa bahwa hidupnya mandek karena melewatkan banyak hal-hal baik seperti peluang kerja dan kesempatan baru. Selain itu, mungkin akan mencari pelarian lain seperti scroll medsos terus menerus.
(dpy/kna)