Sebaran Kasus HIV di Indonesia 2025, Ini Pentingnya Edukasi dan Deteksi Dini

4 days ago 4

Jakarta -

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel-sel tubuh yang berfungsi melawan infeksi. Virus ini dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit lainnya.

Jika tidak diobati, HIV dapat berkembang menjadi Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS adalah tahap akhir infeksi HIV yang memicu kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuh.

Tubuh manusia tidak dapat menghilangkan HIV dan belum ada obat yang efektif untuk menyembuhkan kondisi ini. Meski akan menetap seumur hidup, obat antiretroviral therapy (ART) dapat mengurangi jumlah virus dalam darah ke kadar yang sangat rendah hingga tidak terdeteksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Situasi Kasus HIV di Indonesia

Indonesia saat ini menempati peringkat ke-14 di dunia dengan jumlah orang dengan HIV (ODHIV) terbanyak dan peringkat ke-9 untuk infeksi baru HIV.

Diperkirakan ada sekitar 564 ribu ODHIV di Indonesia, tapi baru ada 63 persen orang yang mengetahui. Berdasarkan data Kemenkes pada Januari-Maret 2025, ditemukan sebanyak 15.382 kasus HIV-AIDS dengan rincian 4.850 kasus AIDS dan 10.532 kasus HIV.

Dari keseluruhan temuan kasus baru HIV di Januari-Maret 2025, berikut ini daftar 10 provinsi dengan jumlah terbanyak:

  1. Jawa Timur - 2.599 kasus (positivity rate 1,2 persen)
  2. Jawa Barat - 2.233 kasus (positivity rate 0,8 persen)
  3. Jawa Tengah - 1.432 kasus (positivity rate 0,7 persen)
  4. Jakarta - 1.069 kasus (positivity rate 0,9 persen)
  5. Sumatera Utara - 809 kasus (positivity rate 1,2 persen)
  6. Papua - 672 kasus (positivity rate 5,5 persen)
  7. Banten - 540 kasus (positivity rate 0,7 persen)
  8. Bali - 525 kasus (positivity rate 2,0 persen)
  9. Papua Tengah - 492 kasus (positivity rate 2,9 persen)
  10. Sulawesi Selatan 485 kasus (positivity rate 1,1 persen)

Kemenkes menyebut jumlah ODHIV yang ditemukan selama periode tersebut didominasi oleh empat kelompok, yaitu LSL (laki-laki seks dengan laki-laki) dengan 4.716 kasus, populasi umum 3.931 kasus, dan pasien TB (tuberkulosis) 2.152 kasus, dan pelanggan pekerja seks dengan 1.206 kasus.

"Penyebaran kasus HIV secara nasional banyak terjadi di populasi kunci seperti laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), waria, pekerja seks perempuan, dan pengguna napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) suntik," kata dr Ina dikutip dari laman Kemenkes, Senin (28/7/2025).

Pentingnya Edukasi dan Deteksi Dini

Edukasi, deteksi dini, dan pengobatan menjadi kunci utama untuk menurunkan angka kasus HIV dan penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya. Penyakit-penyakit ini seringkali tidak menunjukkan gejala, terutama pada perempuan, sehingga sering terlambat tertangani.

Pada HIV, gejala tiap pasien bisa bervariasi. Ini tergantung dari kondisi individu serta tahap penyakit yang dialami. Berikut ini beberapa gejalanya:

  • Demam
  • Berkeringat di malam hari
  • Sakit tenggorokan
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Ruam
  • Luka di mulut
  • Menggigil
  • Kelelahan
  • Nyeri otot

Perlu diingat, memiliki gejala saja bukan berarti seseorang pasti mengidap HIV. Hampir seluruh gejala di atas dimiliki oleh kondisi kesehatan lain. Oleh karena itu, tes secara langsung adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kondisi secara pasti.

Kemenkes mengaku akan terus memperluas layanan untuk mencapai target eliminasi HIV dan IMS di tahun 2030. Target utama adalah mencapai 95-95-95, yaitu 95 persen ODHIV mengetahui statusnya, 95 persen dari mereka menjalani pengobatan, dan 95 persen yang diobati mencapai surpesi virus (jumlah virus HIV darah sangat rendah).


(avk/kna)

Read Entire Article