Dokter Hewan UGM Tersangka Praktik Stem Cell Ilegal, Ini Kata Kemenkes RI

8 hours ago 3
Jakarta -

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan seluruh pelayanan kesehatan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan sesuai standar. Penegasan ini disampaikan setelah BPOM RI membongkar praktik stem cell ilegal oleh dokter hewan UGM bernama Yuda Heru Fibrianto (56).

"Pelayanan ini termasuk sel punca dan sel. Kalau kami bilang produknya adalah terapi sel dan turunannya. Jadi bisa berupa sel punca, berupa sel, atau turunannya, salah satunya adalah sekretom," kata Direktur Pengembangan Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, dr Yanti Herman, MH.Kes, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).

dr Yanti menegaskan bahwa ada standar terkait sel punca (stem cell) yang harus dilengkapi oleh tenaga medis sebelum bisa diterapikan ke masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mulai dari pengambilan sumber sel yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang kompeten. Lalu, yang kedua pengolahan, ini yang akan menjadi produk terapi sel dan turunannya, salah satunya sekretom," kata dr Yanti.

Selanjutnya terkait penyimpanan, seorang tenaga medis dan kesehatan harus memiliki 'bank sel punca dan jaringan' agar dapat tersimpan dalam jangka waktu panjang. Tak kalah penting, adalah pemanfaatan klinis, yang harusnya dilakukan di rumah sakit berbasis penelitian dan pelayanan lain asalkan sudah memiliki izin terkait.

dr Yanti menegaskan bahwa dalam kasus ini, dokter hewan UGM tersebut melanggar Pasal 312 Undang-Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023.

"Kami dari Kementerian Kesehatan menyerahkan untuk proses ke depannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata dr Yanti.

Untuk diketahui, BPOM RI menindak peredaran produk biologi ilegal berupa turunan sel punca atau stem cell di wilayah Magelang, Jawa Tengah. Penindakan dilakukan pada 25 Juli 2025 oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bersama Koordinator Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.

Pernah Ikut Riset Kloning Anjing di Korsel

YHF merupakan lulusan S1 Kedokteran Hewan UGM, S2 Sains Veteriner UGM, dan S3 Teriogenologi dan Bioteknologi Seoul National University (SNU). YHF adalah dosen aktif dengan jabatan fungsional lektor kepala dan namanya tercatat sudah mengajar sejak 2005/2006.

Pada tahun 2005, YHF bahkan sempat terlibat dalam uji coba kloning anjing ras Afghanistan. Penelitian ini dilakukan bersama rekan-rekannya dari Seoul National University.

Hasil penelitian tersebut menghasilkan anjing kloning bernama Snuppy. Riset yang dilakukan oleh Program Doktoral Ilmu Visiologi Reproduksi Hewan SNU itu akhirnya juga dijadikan bahan disertasi doktoral oleh YHF. Disertasi milik YHF itu diberi judul 'In Vitro Oocyte Maturation and Intergeneric Somatic Cell Cloning in Dogs'.

Pelaku Pernah Divonis PN Sleman

Pada tahun 2020 silam, YHF juga pernah menjadi tersangka kasus serupa. Pengadilan Negeri Sleman memvonis dirinya dengan dengan Rp 15 juta.

Dikutip dari laman sipp.pn-sleman.go.id, kasus drh Yuda teregister dengan nomor perkara 256/Pid.Sus/2020/PN Smn. Kasus ini terbongkar saat ada warga yang melapor bahwa di Jalan Adisucipto, Gondokusuman, Jogja, sering diadakan praktik pengobatan yang dilakukan oleh seorang dokter tanpa plakat izin praktik.

"Menyatakan Terdakwa drh Yuda Heru Fibrianto, MP. Ph.D. Bin Radjiman Alm telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat izin praktik," tulis putusan di PN Sleman, dikutip detikcom Kamis (28/8/2025).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp 15.000.000.00 ( lima belas juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar diganti dengan kurungan pengganti selama 1 (satu) bulan," tulis putusan lain.

Saat ini pihak UGM juga telah menonaktifkan YHF dari kegiatan tridharma perguruan tinggi. Hal ini dilakukan pihak kampus agar yang bersangkutan dapat fokus menjalani kasus hukum.

UGM menghormati proses hukum yang berlangsung dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. Pihaknya akan mengevaluasi status kepegawaian yang bersangkutan sambil menunggu keputusan hukum yang tetap.

(dpy/up)


Read Entire Article