
Saat ini masih terdapat sekitar 40 persen gabah petani yang dibeli dengan harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yaitu Rp 6.500 per kilogram. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) sekaligus Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog Sudaryono mengatakan bahwa hal ini menjadi perhatian serius di tengah upaya Perum Bulog menjaga stabilitas harga dan menyerap hasil panen petani.
“Tentu saja ini menjadi catatan ya. Bulog ini dengan semua prestasi yang sudah didapatkan, bagaimana bisa meng-cover 40 persen itu ya, memang yang dibeli (saat ini) gabahnya di bawah Rp 6.500,” ucap Sudaryono di Sentra Penggilingan Padi (SPP) Karawang, Kamis (15/4).
Ia menjelaskan bahwa Bulog sejauh ini telah menyerap sekitar 2 juta ton gabah, tetapi harga di pasar masih menunjukkan tren penurunan. “Kalau nggak kita jagain, itu trennya maunya itu turun terus,” kata Sudaryono.
Menurut Sudaryono, kondisi ini membuktikan bahwa pasokan gabah di masyarakat sangat melimpah. “Sudah diambil aja harganya masih turun, berarti yang beredar di masyarakat itu jauh lebih banyak. Kami meyakini begitu,” tuturnya.
Ia juga menyinggung data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan lonjakan produksi beras nasional. “Tidak heran kalau BPS mengumumkan, di kuartal pertama ini produksi beras kita naik 51 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” tambah Bayu.
Dengan kondisi tersebut, Bulog akan meningkatkan serapan gabah dari petani untuk mencegah harga terus merosot dan memastikan petani tetap mendapatkan harga yang layak.
Sudaryono menyatakan bahwa pihaknya telah mengecek 40 persen gabah tersebut, tetapi harganya masih di atas Rp 6.000 meskipun bukan pada harga yang telah ditetapkan yaitu Rp 6.500. Menurutnya, itu masih merupakan porsi HPP yang besar.
“Ini bukannya saya menghibur diri saya sendiri. Tapi so far harga itu masih lebih baik dibandingkan HPP di tahun sebelumnya,” ucapnya.
Kemudian, Sudaryono juga membeberkan bahwa pihaknya masih mencari solusi untuk beberapa wilayah yang harga HPP nya masih sekitar Rp 5.000, itu terjadi di daerah-daerah yang jauh-jauh, seperti Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Papua Selatan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan terdapat sekitar 40 persen gabah petani masih dijual di bawah HPP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 6.500 per kilogram. Kondisi tersebut menjadi salah satu dasar penundaan penyaluran bantuan saat ini.
“Kami cek bersama Perum Bulog, harga di lapangan itu masih ada 40 persen di bawah HPP. Artinya apa? Ini harus terangkat,” kata Amran kepada wartawan di Kantor Kementan, Jakarta, Rabu (14/5).
Ia menjelaskan, apabila bantuan disalurkan ketika harga gabah masih rendah, maka petani bisa dirugikan. Oleh karena itu, pemerintah memilih menunda sementara penyaluran hingga harga gabah membaik.