Warga RI Ngutang di Pinjol hingga Rp 83,52 T, Naik 25 Persen dalam Setahun

7 hours ago 4
Ilustrasi diteror penagih utang. Foto: Shutter Stock

Utang masyarakat Indonesia di layanan pinjaman online (pinjol) terus membengkak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding pinjol per Juni 2025 mencapai Rp 83,52 triliun, naik 25,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Outstanding pembiayaan pinjaman daring pada Juni 2025 tumbuh 25,06 persen year on year dengan nominal sebesar Rp 83,52 triliun,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, dan Lembaga Keuangan Lainnya OJK, Agusman, dalam konferensi pers, Senin (4/8).

Lonjakan ini mencerminkan tingginya permintaan masyarakat terhadap akses pinjaman digital di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan. Meski begitu, OJK menyebut tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) masih terjaga di angka 2,85 persen.

Tak hanya pinjol, pembiayaan skema Buy Now Pay Later (BNPL) juga meningkat tajam. Pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan naik 56,26 persen secara tahunan menjadi Rp 8,56 triliun. Namun, lonjakan ini diiringi dengan tingkat non-performing financing (NPF) yang cukup tinggi, yakni 3,25 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman. Foto: Dok. OJK

Seiring pertumbuhan industri, OJK memperketat pengawasan. Sepanjang Juli 2025, regulator menjatuhkan sanksi administratif terhadap 19 perusahaan pembiayaan, 3 perusahaan modal ventura, dan 30 penyelenggara pinjol yang melanggar ketentuan.

OJK juga menyoroti masih banyaknya pelaku usaha yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Di sektor pinjol, dari 96 penyelenggara, 11 di antaranya belum memenuhi modal minimum Rp 12,5 miliar. Dari jumlah itu, 5 penyelenggara sedang dalam proses peningkatan modal. Sementara di sektor perusahaan pembiayaan, 4 dari 145 perusahaan belum memenuhi ekuitas minimum Rp 100 miliar.

Untuk mengatasi hal ini, OJK mendorong pemenuhan modal melalui suntikan dari pemegang saham maupun investor strategis, baik lokal maupun asing. Jika tidak ada perbaikan, OJK membuka opsi pencabutan izin usaha.

“OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan agar kewajiban ekuitas minimum bisa dipenuhi, termasuk kemungkinan pengembalian izin usaha bagi yang tidak menunjukkan progres,” tegas Agusman.

Read Entire Article