Jakarta -
Bisphenol A (BPA) adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membentuk plastik keras atau polikarbonat. Dalam kehidupan sehari-hari, bahan ini biasa ditemukan pada botol bayi, wadah makanan, lapisan kaleng, hingga galon air minum isi ulang.
BPA ini berbahaya bagi kesehatan apabila terkonsumsi melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Berbagai penelitian mengungkap, zat ini dapat memicu penyakit berbahaya, mulai dari gangguan metabolisme hingga masalah reproduksi.
Salah satunya adalah studi di BMC Endocrine Disorders (2018) yang menemukan hubungan paparan BPA dengan diabetes tipe 2.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"BPA berpotensi memicu hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2, dan gangguan tumbuh kembang anak," terang Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, dr. Agustina Puspitasari dalam keterangan tertulis, Rabu, (17/9/2025).
Sementara itu, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Ulul Albab menyatakan paparan BPA bisa berdampak serius pada sistem reproduksi. Hal ini sejalan dengan studi Human Reproduction (2010) yang mengungkapkan bahwa paparan BPA di tempat kerja bisa menyebabkan disfungsi seksual pada pekerja pria.
"Karena sifatnya adalah hormone disruptor, maka BPA bisa memengaruhi segala hal, baik laki-laki maupun perempuan. Laki-laki dan perempuan bahkan bisa infertile atau mandul," ujarnya.
Studi Journal of Exposure Science & Environmental Epidemiology (2017) juga menerangkan bahwa paparan BPA berkaitan dengan perkembangan mental anak, mulai dari kecemasan, depresi, hiperaktivitas, sulit konsentrasi, hingga masalah perilaku lainnya.
"Pada studi epidemiologi, kadar BPA dalam darah atau urin pada anak usia pertumbuhan berkorelasi erat dengan gangguan perilaku, kecemasan, dan depresi," terang Guru Besar Farmakologi Universitas Airlangga, Profesor Junaidi Chotib.
"Paparan BPA dengan berbagai kadar dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan," sambungnya.
Lebih lanjut, Pakar Polimer Universitas Indonesia, Profesor Mochamad Chalid, mengibaratkan plastik seperti untaian kalung dan BPA menjaadi salah satu mata rantainya. Ia menambahkan paparan sinar matahari, suhu tinggi, serta pencucian berulang dapat meningkatkan risiko pelepasan BPA ke dalam produk pangan.
"Pada saat digunakan, sangat mungkin mata rantai tersebut lepas, sehingga menimbulkan permasalahan," terangnya.
Menanggapi hal tersebut, dokter sekaligus penulis buku 'BPA Free: Perisai Keluarga dari Zat Kimia Berbahaya' dr. Dien Kurtanty berharap pemerintah, industri, dan masyarakat semakin sadar akan bahaya BPA.
"Jangan sampai risiko-risiko kesehatan terkait BPA ini berimbas dan dilimpahkan pada pelayanan kesehatan," pungkasnya.
(ega/ega)