Pemerintah melakukan rapat koordinasi dan konferensi pers sebagai tindak lanjut penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini karena MBG belakangan menjadi sorotan akibat ribuan anak-anak mengalami keracunan.
Meskipun MBG tengah menuai kontroversi, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini akan tetap berjalan. Sembari pihaknya melakukan evaluasi terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah.
"Saya tetap diperintahkan oleh pak Presiden untuk melakukan percepatan-percepatan karena banyak anak, banyak orang tua yang menantikan kapan menerima MBG," kata Kepala BGN Dadan Hindayana, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di luar perintah itu, saya tetap melaksanakan (MBG), kecuali nanti pak Presiden mengeluarkan perintah lain," lanjutnya.
BGN Perintahkan SPPG Obati Trauma Korban Keracunan
Dadan mengatakan bahwa SPPG yang saat ini disetop sementara imbas kasus keracunan harus ikut membantu dalam hal pertanggungjawaban. Seperti mengobati trauma psikis dari pasien dan orang tua.
"Karena setiap kali kejadian kan ada yang tersakiti ya, setiap kali kejadian kan ada orang tua yang khawatir, setiap kali kejadian kan juga ada kepercayaan publik yang terganggu, yang tergores," beber Dadan
"Oleh sebab itu, maka SPPG yang bersangkutan, baik itu kepala SPPG maupun mitranya, harus melakukan pendekatan-pendekatan terkait dengan trauma yang muncul di masyarakat," lanjutnya.
Pemerintah Tanggung Perawatan Korban
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, memastikan biaya perawatan rumah sakit bagi anak yang menjadi korban keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan ditanggung oleh pemerintah.
Hal ini diungkapkannya saat menjawab pertanyaan di konferensi pers di Jakarta Selatan terkait Penanggulangan KLB pada Program Prioritas Makan Bergizi Gratis.
"Nanti ini ditanggung biayanya oleh pemerintah dan hal ini oleh BGN," kata Menkes Budi.
Ada dua mekanisme penanggulangan biaya. Bila Pemerintah Kota atau Pemerintah Daerah telah menetapkan KLB, maka mereka bisa mengklaim pendanaan tersebut ke asuransi. Sementara, daerah-daerah yang tidak menetapkan KLB, maka biaya perawatan ditanggung oleh BGN.
Menkes Budi tidak menampik bahwa ada kemungkinan kasus keracunan di program MBG jika tidak ditekan bisa naik statusnya menjadi KLB nasional.
"Kalau KLB naik menjadi KLB nasional itu sudah ada aturannya ya di undang-undang dan sama peraturan presiden," ujar Menkes.
"Saya untuk jawab sekarang jadi KLB nasional itu memang harus ada beberapa provinsi beberapa banyak itu ya tapi sekarang belum masuk ya," sambungnya.
Update Harian Kasus Keracunan MBG seperti COVID-19
Untuk mendapatkan data akurat dan sebagai upaya evaluasi, Menkes Budi mengatakan bahwa dirinya mendapatkan mandat untuk memperbaiki sistem pengawalan program MBG.
Budi menyebut tidak menutup kemungkinan ke depan pencatatan laporan keracunan MBG akan mirip dengan catatan COVID-19 harian maupun mingguan. Hal ini menjadi standarisasi pelaporan angka, berdasarkan hasil rapat koordinasi bersama Kementerian dan lembaga lain pada Kamis (2/10/2025).
"Kita akan menggunakan angka sistem laporan yang sekarang sudah terjalin untuk keracunan pangan dari puskesmas dan Dinkes, baik apakah itu setiap hari, setiap minggu ada dan angkanya akan dikonsolidasikan antara BGN dan Kemenkes," katanya dalam konferensi pers.
"Kalau perlu misalnya ada update harian mingguan bulanan seperti yang dulu kita lakukan saat COVID-19," sambungnya.
Percepat Sertifikat Higiene untuk SPPG
Kemenkes ingin mempercepat proses sertifikasi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) pada dapur MBG. Hal ini sebagai upaya untuk menekan angka keracunan.
"Kalau yang sertifikat layak higienis dan sanitasi ini, kan kemarin angkanya sekitar 20-an ya, jadi dalam waktu 2-3 hari, per kemarin tuh sudah 96, jadi naik dari 36 ke 96 dan per hari ini sudah di atas 100 angkanya. Jadi angka itu sekarang per hari kita review," ujar Menkes.
"Kalau ditanya targetnya kapan, saya dan Pak Dadan (Kepala BGN) sudah menargetkan paling lama 1 bulan yang sudah ada surat resminya. Diharapkan semua SPPG-nya ini sudah mendapatkan SLHS," sambungnya.
Memantau Keberhasilan MBG
Di sisi lain, pemerintah juga akan melakukan monitoring terhadap keberhasilan MBG setiap 6 bulan sekali. Pemantauan itu nantinya akan melengkapi data Cek Kesehatan Gratis (CKG). Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas program MBG apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya atau tidak.
"Di luar itu, memonitor program setiap 6 bulan para penerima MBG ini akan kita ukur tinggi badan dan berat badan dan itu akan masuk by name by address ke laporan melengkapi CKG anak sekolah supaya kita bisa tahu efektivitas programnya," ujar Menkes.
Pemantauan juga akan dilakukan melalui Survei Gizi Nasional (SGN) tiap tahun. Jika sebelumnya survei tersebut lebih fokus pada masalah stunting, SGN nantinya juga akan dilakukan untuk melihat perkembangan status gizi anak pasca mendapatkan MBG. Data tersebut nantinya bisa digunakan sebagai evaluasi hingga penetapan kebijakan kesehatan masyarakat.
Simak Video "Video: Puluhan Pelajar di Lampung Keracunan Sosis Berjamur di MBG"
[Gambas:Video 20detik]
(dpy/up)