Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menjerat M. Adhiya Muzakki selaku Ketua Cyber Army sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus dugaan suap vonis lepas perkara ekspor CPO, kasus tata niaga timah, dan kasus importasi gula.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Adhiya merupakan koordinator untuk mengerahkan sebanyak 150 buzzer dalam menyebar opini negatif terkait penanganan kasus oleh penyidik Kejagung.
Dari perbuatannya itu, Qohar menyebut bahwa Adhiya Muzakki memperoleh uang sebesar Rp 864,5 juta dari advokat bernama Marcella Santoso—yang juga telah dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini.
"MAM memperoleh uang sebesar Rp697.500.000 dari tersangka MS [Marcella Santoso] melalui Indah Kusumawati yaitu staf di bagian keuangan kantor hukum AALF, dan yang diberikan oleh MS melalui Rizki yaitu kurir di kantor hukum AALF sebanyak Rp167.000.000," ucap Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5).
"Sehingga, jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000," jelas dia.
Dalam perkara ini, Adhiya bersama Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar bersepakat dengan dua orang advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih—ketiganya telah dijerat sebagai tersangka perintangan penyidikan—untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung.
Kemudian, berita dan konten negatif tersebut dipublikasikan oleh Adhiya dan Tian Bahtiar melalui media sosial TikTok, Instagram, dan Twitter.
Dalam narasi negatif yang disebarkan itu, Qohar menyebut para tersangka menyampaikan bahwa metodologi penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara yang ditangani oleh Kejagung adalah tidak benar dan menyesatkan.
Lalu, Tian Bahtiar membuat narasi negatif tersebut dalam berita di sejumlah media sosial dan media online.
Tak hanya itu, Tian juga memproduksi acara TV show melalui dialog, talkshow, dan diskusi panel di beberapa kampus yang diliput oleh JakTV yang isinya menyudutkan kinerja penyidikan maupun penuntutan yang dilakukan oleh Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung.
Opini negatif itu, lanjut Qohar, kemudian disebarkan dengan mengerahkan sebanyak 150 buzzer yang terbagi ke dalam lima tim.
"Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS bersepakat untuk membuat Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi 5, yaitu Tim Mustafa I, Tim Mustafa II, Tim Mustafa III, Tim Mustafa IV, dan Tim Mustafa V yang berjumlah sekitar 150 orang buzzer," tutur Qohar.
Kemudian, buzzer tersebut dikerahkan dengan masing-masing menerima bayaran sebesar Rp 1,5 juta untuk memberikan respons dan komentar negatif terhadap berita dan konten yang telah dibuat Tian Bahtiar.
"[Kemudian] membuat video dan konten negatif yang diposting atau dipublikasikan melalui platform media sosial baik TikTok, Instagram, maupun Twitter berdasarkan materi yang diberikan oleh tersangka MS dan tersangka JS [Junaedi Saibih] yang berisikan narasi-narasi mendiskreditkan penanganan perkara a quo yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan," ujar Qohar.