Presiden RI Prabowo Subianto naik Kereta Cepat Whoosh di Stasiun Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (6/8/2025) malam WIB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) dinilai tengah berada di persimpangan antara penyelamatan atau pembiaran. Pemerintah menegaskan utang proyek tidak akan ditanggung APBN. Namun, tanpa solusi konkret, beban finansial yang menekan PT Kereta Api Indonesia (KAI) bisa menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan BUMN tersebut.
“Ini proyek yang potensi manfaat ekonominya terbatas, tetapi biayanya sangat tinggi. Inovasi seperti mendongkrak lewat wisata tidak akan menolong, mengingat gap arus kasnya sangat besar,” kata Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, kepada Republika, Ahad (19/10/2025).
Wijayanto menegaskan, menolak penggunaan APBN memang populer di kalangan publik. Namun, keputusan itu bisa berakibat fatal bagi KAI dan Danantara.
“Menolak menggunakan APBN, kendati populer, bisa berarti mematikan BUMN yang diberi mandat, dan mungkin juga Danantara,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah harus mencari solusi jalan tengah agar restrukturisasi utang tidak menjadi bom waktu fiskal. “Diperlukan langkah bersama antara Danantara dan Kementerian Keuangan untuk berbagi beban. Jika ada pelanggaran hukum, proses hukum tetap jalan, tetapi solusi realistis tetap harus dicari,” ucapnya.
Ia menilai, ide menjadikan kereta cepat sebagai destinasi wisata bukanlah solusi struktural. “Seperti saya sampaikan, upaya kreatif seperti wisata tidak akan banyak membantu,” kata Wijayanto.