Kasus Perundungan Anak di Sambas, Polisi Pastikan Penanganannya Sesuai Prosedur

2 months ago 10
 Dok. Polres SambasWakapolres Sambas Kompol Hoerrudin bersama Kasat Reskrim Polres Sambas AKP Rahmad Kartono dan Ketua KPPAD Kalbar Eka Nurhayati Ishak memberikan keterangan kepada awak media. Foto: Dok. Polres Sambas

Hi!Pontianak - Kasus perundungan yang melibatkan anak di bawah umur terjadi di Kabupaten Sambas. Kasus itu kini sedang ditangani oleh pihak kepolisian.

Polres Sambas pun melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi terkait, yaitu kejaksaan, KPPAD Kalbar, Dinas P3AP2KB Sambas, dan BAPAS, terkait penanganan kasus hukum yang melibatkan anak.

Wakapolres Sambas, Kompol Hoerrudin, mengatakan proses penyidikan telah dilakukan oleh pihaknya, termasuk pemeriksaan terhadap 10 saksi anak. Kepolisian juga telah mengamankan barang bukti terkait kasus tersebut.

"Proses hukum terhadap kasus ini tetap berjalan," ujarnya kepada awak media, Kamis, 15 Mei 2025.

Ia mengungkapkan, salah satu anak yang sebelumnya diperiksa sebagai saksi, kini telah ditetapkan sebagai anak pelaku. Kendati demikian, ia mengimbau masyarakat tidak mengambil kesimpulan sepihak dapat memicu konflik.

"Mari kita percayakan proses ini pada hukum. Kami pastikan Polres Sambas bertindak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Eka Nurhayati Ishak, meminta semua pihak harus tetap menjunjung tinggi prinsip perlindungan anak, baik sebagai korban, pelaku, maupun saksi.

"Tentunya kita harus sama-sama mengawal dan mengawasi bagaimana proses ini berjalan. Nah, kaitan dengan anak sebagai korban, anak sebagai pelaku, anak sebagai saksi, ini menjadi tiga indikator yang harus kita perhatikan dalam upaya pemenuhan hak-hak anak," ungkapnya.

Eka mengatakan, proses hukum menjadi kewenangan aparat penegak hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Untuk itu, ia meminta masyarakat agar tidak melakukan tindakan anarkis atau main hakim sendiri.

"Kepada masyarakat tolong jangan berlaku anarkis sendiri. Tetap kembali kepada Sambas yang bermaruah, Sambas berkemajuan, dan sambas yang berakhlakul karimah," imbau Eka.

"Jangan main hakim sendiri. Jangan ada bahasa persekusi. Jangan sampai yang tadinya kita ini hanya sebagai penonton, penikmat berita, akhirnya menjadi pelaku. Bagaimanapun jempol itu menjadi bahaya bagi diri kita sendiri karena anak itu dilindungi dari labelisasi dan publikasi. Jika ada yang melanggar, membuka identitas anak, ya kami juga tidak akan tinggal diam," sambungnya.

Eka mengingatkan, jika aturan itu tertera jelas di Pasal 19 Sistem Peradilan Anak, di mana ancamannya yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. "Itu tidak main-main," tegasnya.

Eka juga meminta kepada penyidik agar 2 anak yang memvideokan tindakan perundungan itu turut diperiksa. Kasus ini juga harus bisa menjadi pelajaran dan edukasi kepada masyarakat agar tidak terulang kembali.

"Ini edukasi juga buat masyarakat semua dalam penanganan perkara anak itu tidak sebebas menangani perkara orang dewasa. Jadi, jangan ada menghakimi. Kalau anak sebagai pelaku kenapa berkeliaran, kenapa tidak diamankan? Karena ini ada undang-undangnya. Bukan maunya kami, bukan maunya polisi, bukan maunya jaksa, bukan maunya dinas maunya BAPAS. Tetapi di sini, kami melaksanakan sesuai dengan tupoksi kami masing-masing yang tidak terlepas dari aturan perundang-undangan," tuturnya.

Masyarakat Diminta Tak Terprovokasi

Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Rahmad Kartono, menambahkan dalam menangani perkara ini penyidik menjunjung tinggi hak-hak anak serta berpedoman pada undang-undang yang berlaku. Rahmad menegaskan, pihaknya berkomitmen menangani kasus ini dengan profesional, transparan, dan berkeadilan.

"Kami pastikan seluruh proses penyidikan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor. Hak-hak anak tetap menjadi perhatian utama kami," tegasnya.

"Anak sebagai pelaku maupun sebagai korban tetap memiliki hak yang harus dijaga. Kami tidak serta-merta memperlakukan mereka seperti orang dewasa. Oleh karena itu, pendekatan penyidikan sangat hati-hati dan melibatkan pihak terkait seperti BAPAS, KPPAD, dan Dinas Perlindungan Anak," sambungnya.

Pada kesempatan itu, Rahmad juga mengimbau masyarakat agar tidak bersikap provokatif, terutama melalui media sosial. Dikatakan dia, penyebaran video, komentar yang mengandung ujaran kebencian atau labeling terhadap anak dapat berdampak serius, baik secara hukum maupun psikologis.

"Kami memahami bahwa masyarakat menaruh perhatian besar terhadap kasus ini. Namun kami mengimbau masyarakat jangan menyebarkan informasi yang tidak jelas sumbernya, apalagi membuka identitas anak. Jangan sampai kita sebagai masyarakat justru menjadi bagian dari pelanggaran hukum. Mari jaga ruang digital kita agar tetap sehat dan edukatif," pungkasnya.

Read Entire Article