Ilmuwan Ungkap Misteri di Balik Pandemi Pertama di Dunia, Ternyata Dipicu Bakteri Ini

1 month ago 22
Jakarta -

Untuk pertama kalinya, para peneliti berhasil menemukan bukti genom langsung dari bakteri penyebab Wabah Justinianus, pandemi pertama yang tercatat di dunia, di kawasan Mediterania Timur, tempat wabah itu pertama kali dilaporkan hampir 1.500 tahun lalu.

Penemuan penting ini dipimpin oleh tim lintas disiplin dari University of South Florida dan Florida Atlantic University, bekerja sama dengan peneliti di India dan Australia. Mereka berhasil mengidentifikasi Yersinia pestis, bakteri penyebab pes, pada sebuah kuburan massal di kota kuno Jerash, Yordania, yang berlokasi dekat dengan pusat awal pandemi.

Temuan ini secara meyakinkan menghubungkan patogen tersebut dengan Wabah Justinianus (541-750 M), sekaligus memecahkan salah satu misteri sejarah yang telah lama diperdebatkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama berabad-abad, para sejarawan berdebat mengenai penyebab wabah dahsyat yang menewaskan puluhan juta orang, mengguncang Kekaisaran Bizantium, dan mengubah jalannya peradaban Barat. Meski ada banyak bukti tidak langsung, bukti pasti mengenai mikroba penyebabnya tetap sulit ditemukan, sebuah 'mata rantai yang hilang' dalam kisah pandemi.

Dua makalah terbaru yang dipimpin USF dan FAU kini memberikan jawaban yang telah lama dicari, sekaligus membuka wawasan baru tentang salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perjalanan umat manusia. Temuan ini juga menegaskan relevansi wabah hingga saat ini, meski jarang, Yersinia pestis masih beredar di seluruh dunia.

Pada Juli lalu, seorang warga Arizona utara meninggal akibat pes pneumonik, bentuk infeksi Y. pestis yang paling mematikan, menjadi kasus kematian pertama di AS sejak 2007. Hanya sepekan lalu, seorang individu di California juga dinyatakan positif terinfeksi penyakit tersebut.

"Penemuan ini memberikan bukti definitif yang telah lama dicari mengenai Y. pestis di pusat Wabah Justinianus," ujar Rays H. Y. Jiang, PhD, peneliti utama sekaligus profesor di USF College of Public Health, dikutip dari University of South Florida.

"Selama berabad-abad kita hanya mengandalkan catatan tertulis tentang penyakit mematikan itu, tanpa bukti biologis yang nyata akan keberadaan pes. Temuan kami memberikan kepingan penting yang hilang, sekaligus jendela genetik pertama untuk memahami bagaimana pandemi ini berlangsung di jantung kekaisaran."

Wabah Justinianus pertama kali tercatat di Pelusium (kini Tell el-Farama, Mesir) sebelum menyebar ke seluruh Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium. Meskipun jejak Y. pestis sebelumnya telah ditemukan ribuan mil jauhnya di desa-desa kecil di Eropa Barat, tidak ada bukti yang pernah ditemukan di dalam kekaisaran itu sendiri atau di dekat pusat pandemi.

"Dengan menggunakan teknik DNA kuno yang terarah, kami berhasil menemukan dan mengurutkan materi genetik dari delapan gigi manusia yang digali dari ruang pemakaman di bawah bekas hippodrome Romawi di Jerash, sebuah kota hanya 200 mil dari Pelusium kuno," jelas Greg O'Corry-Crowe, PhD, salah satu penulis studi, profesor riset di FAU Harbor Branch Oceanographic Institute sekaligus penjelajah National Geographic.

Analisis genom menunjukkan para korban wabah membawa strain Y. pestis yang hampir identik, untuk pertama kalinya mengonfirmasi bakteri tersebut memang ada di dalam Kekaisaran Bizantium pada sekitar tahun 550-660 M.

Keseragaman genetik ini mengindikasikan adanya wabah yang menyebar cepat dan mematikan, sesuai dengan catatan sejarah tentang wabah yang menyebabkan kematian massal.

"Temuan di Jerash memberikan gambaran langka tentang bagaimana masyarakat kuno merespons bencana kesehatan," tambah Jiang.

"Jerash adalah salah satu kota penting di Kekaisaran Romawi Timur, pusat perdagangan yang terdokumentasi dengan bangunan-bangunan megah. Bahwa tempat yang dulunya dibangun untuk hiburan dan kebanggaan warga menjadi pemakaman massal di masa darurat menunjukkan betapa besar kemungkinan pusat-pusat perkotaan kewalahan."

Sebuah studi pendamping yang juga dipimpin oleh USF dan FAU menempatkan penemuan di Jerash ke dalam konteks evolusi yang lebih luas. Dengan menganalisis ratusan genom Y. pestis kuno dan modern, termasuk yang baru ditemukan dari Jerash, para peneliti menunjukkan bahwa bakteri ini telah beredar di antara populasi manusia selama ribuan tahun sebelum wabah Justinianus terjadi.

Tim juga menemukan bahwa pandemi-pandemi wabah berikutnya, mulai dari Black Death pada abad ke-14 hingga kasus yang masih muncul hingga kini, bukanlah keturunan dari satu strain leluhur. Sebaliknya, pandemi itu muncul secara independen dan berulang dari reservoir hewan yang sudah ada sejak lama, meletus dalam beberapa gelombang di berbagai wilayah dan era.

Pola berulang ini sangat berbeda dengan pandemi SARS-CoV-2 (COVID-19), yang berasal dari satu peristiwa spillover dan kemudian berkembang terutama melalui penularan antarmanusia.

Secara keseluruhan, temuan penting ini mengubah pemahaman tentang bagaimana pandemi muncul, berulang, dan menyebar, serta mengapa pandemi tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari peradaban manusia.

Penelitian ini menegaskan pandemi bukanlah bencana sejarah yang terjadi sekali saja, melainkan peristiwa biologis berulang yang dipicu oleh interaksi manusia, mobilitas, dan perubahan lingkungan.

(suc/suc)


Read Entire Article