Ilmuwan Bicara Soal 'Virgin Birth', Wanita Bisa Hamil Tanpa Pria Tapi...

2 weeks ago 22
Jakarta -

Ilmuwan berbicara soal kemungkinan wanita mengalami 'virgin births' tanpa sperma pria. Kondisi ini dikenal dengan partenogenesis, salah satu bentuk reproduksi aseksual alami yang memungkinkan keturunan berkembang dari sel telur betina yang tidak dibuahi.

Ada beberapa jenis hewan yang dapat melakukan hal ini. Beberapa di antaranya seperti hiu, buaya, kalajengking, lebah, dan masih banyak lagi.
Belum jelas apa yang memicu spesies tertentu menjalani proses ini, atau apa persamaan di antara spesies-spesies yang mampu melakukannya. Namun, diketahui parthenogenesis biasanya terjadi ketika betina terisolasi lama dan hampir tidak punya harapan menemukan pasangan.

Beberapa tahun lalu, peneliti berhasil menerapkan partenogenesis pada mamalia tikus, sesuatu yang 'mustahil' sebelumnya. Pada tahun 2022, peneliti di China melaporkan partenogenesis yang berhasil dilakukan dengan bantuan alat rekayasa gen kontroversial CRISPR.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasilnya, seekor tikus lahir melalui metode ini, tumbuh hingga dewasa, dan bahkan mampu bereproduksi. Dengan logika ini, mungkin saja di masa depan metode yang sama dilakukan pada manusia.

Pakar zoologi Nottingham Trent University, Dr Louise Gentle mengatakan secara teknis partenogenesis pada manusia mungkin saja dilakukan. Namun, ini hanya bisa dilakukan dengan mutasi gen tertentu berkembang biak satu sama lain.

"Memang ada studi laboratorium yang menghasilkan embrio partenogenetik pada mamalia, tapi itu melalui modifikasi genetik," jelas Gentle dikutip dari Daily Mail, Rabu (24/9/2025).

"Walau DNA kita bisa berubah lewat mutasi alami, peluang mutasi yang tepat untuk menyebabkan partenogenesis sangatlah kecil. Untuk bisa terjadi pada manusia, individu dengan mutasi serupa harus bertemu dan bereproduksi. Itu kemungkinan yang amat tipis, tapi secara teori bisa saja," sambungnya.

Sel telur telur manusia masih membutuhkan 'informasi' tertentu dari sperma agar bisa berkembang menjadi embrio. Informasi ini berupa modifikasi epigenetik, yaitu perubahan pada aktivitas gen tanpa mengubah susunan DNA.

Alat rekayasa gen seperti CRISPR bisa saja mengubah syarat dasar ini dengan menciptakan mutasi buatan. Namun, untuk melakukannya pada manusia akan menimbulkan masalah etika serius.

"Secara teori, CRISPR bisa dipakai untuk mengubah gen, tapi pada manusia hal itu ilegal, tidak bermoral, dan tidak etis," tegas profesor genetika di Universitas São Paulo Brazil, Tiago Campos Pereira sembari menegaskan adanya hambatan biologis untuk hal tersebut.

Profesor Biologi Universitas Southampton Herman Wijnen menuturkan sejauh ini hanya tikus satu-satunya mamalia yang berhasil menjalani partenogenesis. Ia mengingatkan adanya potensi bahaya jangka panjang dari individu hasil partenogenesis, termasuk risiko penyakit.

Semua bayi yang lahir melalui partenogenesis pada dasarnya adalah klon genetik identik dari induknya, termasuk hidup spesies.

"Saya tidak yakin ada peneliti yang serius mencoba pada manusia karena alasan etika yang jelas," ujar Wijnen.

Gentle juga menambahkan kurangnya keragaman genetik dapat mengancam kelangsungan hidup spesies. Ini dapat memicu kepunahan sebuah populasi.

Jadi, meskipun partenogenesis pada manusia tidak sepenuhnya mustahil, sebaiknya tetap dihindari demi kelangsungan umat manusia.

"Parthenogenesis berisiko bagi kelangsungan hidup spesies, karena jika satu individu rentan terhadap penyakit, maka semua akan rentan, dan populasi bisa punah," tandas Gentle.

Simak Video "Video KuTips: Catat Pertolongan Pertama Jika Anak Keracunan Makanan!"
[Gambas:Video 20detik]
(avk/kna)


Read Entire Article