Dokter Dipaksa Lepas Masker di RSUD Sekayu, Ini Seruan Profesor Pulmonologi

8 hours ago 2
Jakarta -

Belakangan viral dokter RSUD Sekayu dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien. Dokter yang bersangkutan bahkan dipaksa untuk melepas maskernya saat melakukan visit. Dokter tersebut diketahui bernama dr Syahpri Putra Wangsa, SpPD-KGH, konsultan ginjal hipertensi di RSUD Sekayu yang menangani pasien tersebut.

Kronologinya berawal saat keluarga pasien marah-marah lantaran tidak terima adanya pemeriksaan dahak. Dokter kemudian menjelaskan bahwa didapatkan gambaran infiltrat atau gambaran bercak di paru-paru kanan yang mengindikasikan gejala khas dari tuberkulosis (TBC/TB).

"Jadi ibunya masuk rumah sakit dengan kondisi tidak sadar dengan hipoglikemia, dengan gula darah rendah. Kemudian tekanan darah yang tidak terkontrol. Kemudian kita melakukan pemeriksaan, dilakukan dan didapatkan gambaran infiltrat atau gambaran pecah di paru-paru kanan. Gambaran dari khas dari TBC," ucap dr Syahpri dalam video tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Video tersebut lantas mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama, SpP(K).

"Dokter bertugas menangani kesehatan pasiennya, dan dia akan berupaya maksimal agar penanganannya memberi hasil terbaik. Tentu jelas salah besar kalau ada tindakan kekerasan (verbal atau fisik) pada orang yang sedang menangani kesehatan kita atau keluarga kita," ucapnya kepada detikcom, Kamis (14/8/2025).

Prof Tjandra yang juga pernah menjabat direktur penyakit menular di WHO Asia Tenggara menjelaskan, penggunaan pemeriksaan dahak untuk diagnosis TB adalah berdasar penelitian ilmiah internasional yang bereputasi tinggi. Tata cara mendiagnosis TB dengan dahak ada dalam panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diikuti seluruh negara di dunia, bahkan ada juga dalam panduan Kementerian Kesehatan RI dan organisasi profesi seperti PDPI.

"Jadi ini prosedur berdasar ilmiah, juga berdasar rekomendasi internasional dan nasional, dan yang lebih penting lagi adalah bhw pemeriksaan dahak itu adalah demi kepentingan pasiennya. Jadi amat salah kalau dokter sampai harus di kata-katai kasar karena melakukan pemeriksaan dahak untuk diagnosis tuberkulosis," ucap guru besar pulmonologi yang mengajar di sejumlah kampus kedokteran tersebut.

Tak hanya itu, Prof Tjandra juga menyoroti risiko kekerasan yang dihadapi dokter dan tenaga kesehatan saat menjalankan tugas. Menurutnya, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu tindakan tegas dari aparat kepolisian serta langkah nyata dari pemerintah dan pembuat kebijakan publik untuk melindungi dokter dalam menjalankan profesinya.

"Kata-kata klise adalah semoga kejadian kekerasan pada dokter (dan tenaga kesehatan lain) dalam menjalankan profesinya jangan berulang lagi. Perlu tindakan nyata, Stop Kekerasan !!!," sambungnya.

Sebelumnya, pasca kejadian tersebut, Pemkab Muba melakukan mediasi antara keluarga pasien dan dokter. Sekda Muba Apriyadi langsung mendatangi RSUD Sekayu untuk memediasi permasalahan intimidasi dan pengancaman keluarga pasien terhadap dokter. Pihaknya meminta keterangan dari kedua belah pihak.

Berdasarkan keterangan, dr Syahpri mengaku sudah melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur. Begitu juga penggunaan masker saat berada di rumah sakit, khususnya di dalam ruangan merupakan kewajiban. Dia juga mengaku dipaksa untuk membuka masker oleh keluarga pasien.

"Saya sudah melaksanakan pelayanan sesuai prosedur dan memberikan pelayanan terbaik kepada pasien," ujarnya saat mediasi yang dilakukan Pemkab Muba, Rabu (13/8/2025).

"Pada kejadian tersebut saya dipaksa untuk membuka masker, tetapi di dalam ruangan perawatan tersebut tidak diperbolehkan," ujarnya lagi.

Sementara keluarga pasien RSUD Sekayu Putra mengaku setelah kejadian tersebut pihaknya sudah dimediasi pihak RSUD Sekayu. Dia mengaku terkejut video tersebut dipotong dan diviralkan di media sosial.

"Kami setelah kejadian langsung dimediasi, dan saya selaku keluarga pasien sudah meminta maaf. Saya akui pada saat itu emosi, tetapi kami terkejut mengapa video itu diviralkan di media sosial seolah-olah melakukan kekerasan kepada dokter," ungkapnya.

(suc/up)


Read Entire Article