India kembali menghadapi kasus kematian anak yang diduga terkait konsumsi sirup obat batuk. Hingga Sabtu kemarin, tercatat 16 anak meninggal dunia setelah mengonsumsi sirup obat batuk merek Coldrif produksi Sresan Pharmaceutical.
Hasil uji laboratorium pemerintah di Chennai menunjukkan, produk tersebut mengandung Diethylene Glycol (48,6 persen w/v) - zat kimia beracun yang dapat merusak ginjal dan sistem saraf jika tertelan.
Dari total korban, 14 kematian terjadi di distrik Chhindwara, sementara dua lainnya dilaporkan di Betul, India bagian tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tragedi ini bukan hanya soal sirup beracun, tapi juga cermin lemahnya layanan kesehatan di daerah tersebut. Banyak orang tua terpaksa membawa anak mereka ke rumah sakit swasta di Nagpur, negara bagian tetangga Maharashtra, yang jaraknya hampir 150 kilometer dari rumah.
Salah satunya Prakash Yaduvanshi, ayah dari seorang bocah yang meninggal usai menjalani enam kali cuci darah. Ia mengaku menghabiskan sekitar 7 lakh rupee atau sekitar Rp 130 juta untuk biaya pengobatan dialisis dengan menjual perhiasan istrinya dan berutang pada tetangga. Hingga akhirnya, ia tak lagi mampu membayar cuci darah.
"Ia satu-satunya anak saya," ujar Yaduvanshi, warga Parasia di Distrik Chhindwara, Madhya Pradesh.
"Di rumah sakit pemerintah tidak ada pengobatan yang layak. Saya tak punya pilihan selain membawa anak saya ke rumah sakit swasta di Nagpur."
Kasus serupa juga dialami Rishika (5). Setelah diberi sirup batuk pada 25 Agustus, ia muntah semalaman. Setelah disuntik obat oleh dokter, kondisinya makin memburuk.
"Dia lupa siapa kami. Kami ke Nagpur untuk dialisis-sekali sesi biayanya 60 ribu rupee atau sekitar Rp 11 juta. Saat uang habis, kami harus memulangkannya. Sepuluh menit kemudian dia meninggal di pelukan saya," tutur ayahnya, Suresh.
Ushaid Khan, 3 tahun, juga meninggal setelah gagal ginjal usai minum sirup yang sama. Ayahnya, Yasin Khan, menjual becak, mesin jahit, dan perhiasan istrinya untuk membayar 3,5 lakh rupee atau Rp 65 juta biaya perawatan.
Keluarga Vikas (4) menghabiskan 2,4 lakh rupee atau Rp 44 juta untuk pengobatan, sementara keluarga Chanchlesh (7) menjual semua perhiasan dan asetnya. Yojita, putri guru sekolah swasta, menjalani perawatan di tiga rumah sakit berbeda sebelum meninggal 1 Oktober, setelah keluarga menghabiskan 12-15 lakh rupee atau sekitar Rp 220-280 juta.
Menindaklanjuti kasus kematian anak yang diduga terkait konsumsi sirup batuk, Sekretaris Kesehatan India memimpin rapat tingkat tinggi dengan perwakilan dari negara bagian dan wilayah serikat untuk membahas kualitas dan penggunaan rasional sirup batuk.
Dalam pertemuan itu, pemerintah pusat menegaskan pentingnya kepatuhan ketat terhadap Revised Schedule M, pedoman Good Manufacturing Practices (GMP) di industri farmasi, bagi seluruh produsen obat. Negara bagian juga diminta untuk mengidentifikasi pabrik yang tidak memenuhi standar dan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran.
Pemerintah negara bagian dan wilayah serikat diminta memastikan penggunaan obat batuk sirup secara rasional, terutama pada anak-anak, serta memperkuat pengawasan, pelaporan cepat dari fasilitas kesehatan, dan koordinasi antarwilayah agar penanganan kasus bisa dilakukan lebih awal.
(suc/kna)