Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI berbicara soal harga obat-obatan di Indonesia. Fenomena berobat di luar negeri masih menjadi salah satu hal yang disorot oleh pemerintah. Tak sedikit orang yang beranggapan obat di luar negeri memiliki harga yang lebih murah dibanding Indonesia.
Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM RI William Adi Teja berpendapat harga obat di Indonesia tak serta merta bisa dianggap mahal. Ia menjelaskan terdapat tiga jenis obat-obatan di Indonesia, meliputi obat bermerek atau paten, obat generik bermerek, dan obat generik.
Menurutnya, obat-obat tipe generik yang banyak digunakan masyarakat sebenarnya memiliki harga yang sangat murah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau obat generik bemerek pun juga sudah cukup murah. Yang mahal memang obat paten. Kalau obat paten itu kan otomatis dia hanya sendiri, dia tidak ada saingan. Karena perusahaannya tidak bisa memproduksi obat dengan molekul yang sama," ujar William ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).
"Di luar negeri, itu kalau obat paten juga mahal. Kalau yang import ya, kecuali di negara (produksi) asalnya sendiri," sambungnya.
Ia lantas membandingkan dengan India yang seringkali disebut memiliki harga obat lebih murah. Menurutnya, India tidak mengenal obat paten, terutama obat-obatan esensial, sehingga harganya menjadi lebih murah dibandingkan dengan Indonesia.
"Sedangkan Indonesia karena menganut mengakui hak paten sebuah produk, maka otomatis perusahaan-perusahaan lain tidak mungkin memproduksi obat yang mempunyai hak paten. Itu yang terkait dengan harga obat di Indonesia," katanya.
Meski begitu, ia mengingatkan kembali obat generik yang beredar di Indonesia harganya sudah sangat murah. Bahkan, dengan adanya BPJS Kesehatan, masyarakat bisa mendapatkan obat dengan gratis.
"Masyarakat sebenarnya tidak usah membayar lagi. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan obat di Indonesia itu mahal karena sudah ter-cover BPJS," ujar William.
"BPJS itu yang masuk ke bayar BPJS itu kan kemarin kita rapat ada 98 persen sudah masuk ke dalam BPJS. Walaupun universal health coverage di Indonesia itu masih rendah. Itu tentunya menjadi PR buat Kementerian Kesehatan dan tentunya seluruh stakeholder yang ada," tandasnya.
(avk/naf)