Ancaman Perang Modern, RI Dinilai Perlu Bentuk Matra Angkatan Siber

15 hours ago 9

Jakarta -

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Bobby Adhityo Rizaldi menjelaskan Indonesia membutuhkan adanya matra angkatan siber. Pembentukan matra baru itu sebagai respons dalam menghadapi potensi perang di era modern saat ini.

Hal itu dipaparkan Bobby dalam disertasinya yang berjudul "Pembentukan Matra Keempat TNI untuk Memperkuat Strategi Pertahanan Negara dalam Menghadapi Serangan dan Perang Siber". Dia menjalani sidang promosi doktoral terbuka di Universitas Pertahanan RI, Sentul, Bogor, Senin (8/9).

Dalam paparannya, Bobby menjelaskan dunia saat ini memasuki fase perang modern yang tidak lagi hanya terjadi di darat, laut, dan udara, melainkan juga di ruang siber. Dia menilai Indonesia tidak bisa lagi menunda pembentukan Matra Siber TNI sebagai pilar keempat pertahanan negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Serangan siber sudah terbukti mampu melumpuhkan sistem komando militer, sektor energi, hingga infrastruktur vital sebuah negara. Jika kita tidak menyiapkan matra siber yang kuat, kedaulatan dan keamanan nasional akan terus berada dalam risiko," kata Bobby kepada wartawan, Selasa (9/9/2025).

Disertasi yang ditulisnya ini berangkat dari analisis berbagai insiden siber global, seperti serangan malware Stuxnet yang melumpuhkan fasilitas nuklir Iran, hingga serangan siber dalam konflik Georgia-Rusia yang mengacaukan komunikasi militer lawan. Indonesia, menurut Bobby, menghadapi ribuan serangan siber setiap hari yang menargetkan Kementerian Pertahanan, TNI, hingga sektor energi.

"Data dari BSSN menunjukkan hampir satu miliar anomali serangan siber tercatat pada 2022. Angka itu bukan statistik biasa, melainkan alarm keras bahwa ruang siber sudah menjadi medan perang baru," jelasnya.

Bobby memaparkan rancangan konseptual pembentukan Matra Siber TNI yang mencakup tiga aspek utama. Pertama, kekuatan (force), dimulai dengan 100 personel ahli siber, dilengkapi pendidikan dan keterampilan khusus, serta anggaran sekitar Rp 48 triliun untuk pembangunan enam tahun.

Kedua, gelar (organization/deployment), Matra Siber diintegrasikan ke dalam struktur TNI dengan latihan gabungan siber tahunan yang wajib diselenggarakan. Ketiga, kemampuan (capability), di mana akan difokuskan pada peningkatan deteksi dini, respon cepat, dan ketahanan menghadapi serangan seperti malware, ransomware, maupun DDoS.

"Matra siber adalah kunci untuk menjamin kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi pertahanan. Inilah tameng digital bangsa di abad ke-21," ujar mantan legislator Partai Golkar itu.

Mantan anggota Komisi I DPR RI ini mengingatkan bahwa banyak negara sudah menempatkan siber sebagai domain perang resmi. NATO sejak 2016 mengakui cyberspace setara dengan darat, laut, dan udara. Singapura bahkan sudah membentuk Digital and Intelligence Service (DIS) sebagai matra keempat.

"Jika negara-negara lain sudah melangkah jauh, Indonesia tidak boleh terus menjadi target empuk. Kita harus segera membangun matra siber agar mampu melindungi kepentingan nasional dari infiltrasi digital," katanya.

Dalam disertasinya, Bobby mengembangkan model strategi pertahanan siber yang menggabungkan CIA triad (Confidentiality, Integrity, Availability), kerangka NIST, dan pendekatan Basic Acts of Reconnaissance (BAR). Model ini menempatkan deteksi ancaman, respon cepat, serta pemulihan sistem sebagai siklus utama pertahanan siber.

Selain itu, ia mengajukan kerangka Sixware yang mencakup brainware, hardware, firmware, software, infrastructureware, dan budgetware sebagai fondasi pembangunan matra siber yang mandiri dan berkelanjutan.

Bobby menekankan bahwa pembentukan Matra Siber TNI bukan sekadar urusan militer, melainkan keputusan strategis negara. Indonesia, kata dia, masih menghadapi kekurangan koordinasi, regulasi komprehensif, dan pusat komando krisis siber nasional.

"Pembentukan Matra Siber TNI harus berjalan beriringan dengan pembaruan regulasi, penguatan BSSN, dan kerja sama internasional. Ini bukan pilihan, tetapi keniscayaan demi kedaulatan bangsa," tegasnya.

"Perang modern tidak lagi soal tank dan pesawat saja. Senjata terkuat hari ini bisa berupa kode program. Karena itu, TNI harus memiliki matra siber sebagai garda terdepan menjaga kedaulatan digital Indonesia," pungkasnya.

(ygs/ygs)

Read Entire Article