Ahli Jiwa Sebut Tren Kesepian Mulai 'Hantui' Warga RI, Ancam Kesehatan Mental

17 hours ago 1

Jakarta -

Ancaman kesepian semakin nyata. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan risiko di balik kesepian tidak hanya berdampak pada psikis dan potensi penyakit tertentu, tetapi juga bisa memperpendek usia harapan hidup.

Seseorang yang tak lagi memiliki kontak sosial, lingkungan dekat, serta merasa kerap terabaikan, bisa berakhir dalam keterpurukan serta rasa putus asa. Bahkan fatalnya memilih melukai diri dan mengakhiri hidup. Hal ini menjadi bukti kesepian bukan sekadar kondisi emosional.

Antara tahun 2014 dan 2019, kesepian dikaitkan dengan lebih dari 871.000 kematian per tahun, setara dengan 100 kematian per jam. Tren meninggal dalam kesepian juga belakangan mulai dilaporkan negara-negara maju Jepang hingga Korea Selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tren kesepian juga mengintai generasi muda. Bagaimana dengan Indonesia?

dr Albert Maramis SpKJ dari Perhimpunan Dokter Kesehatan Jiwa Indonesia menyebut tren kesepian belakangan memang kerap dilaporkan. Dari hasil konsultasi lima tahun terakhir, keluhan akan kesepian semakin banyak tercatat.

"Di awal-awal saya praktik nggak ada laporan demikian," tegasnya dalam webinar di Jakarta Selatan, Rabu (10/10/2025).

"Sementara di 5 tahun terakhir banyak yang mengeluh kesepian, bisa saja mulai ada keterbukaan, tetapi mungkin juga bukan karena itu," lanjutnya.

Meski pemicu pasti kemunculan semakin banyak kasus kesepian belum bisa dipastikan, hal yang menurutnya bisa dipelajari adalah membekali anak-anak dengan 'self regulation'.

"Atau memenuhi kebutuhan diri sendiri, tanpa harus bergantung kepada orang lain," sorotnya sembari menekankan demi meminimalisir dampak.

Negara disebutnya perlu ikut berperan dalam mengawal kesejahteraan masyarakat untuk menghindari tren yang lebih dulu dilaporkan Jepang, yakni meninggal dalam kesepian. Mengingat, survei kesejahteraan atau kebahagiaan warga negara Indonesia, belum mencapai indikator terbaik.

"Memang agak mengherankan melihat kesepian ini tetapi secara umum orang perlu belajar untuk menghadapi kesendiriannya," sebut dia.

Salah satu yang juga bisa dilakukan adalah memperbanyak aktivitas positif, tidak harus selalu produktif, tetapi minimal memiliki kegiatan yang bisa dinikmati.

"Kegiatan yang harus dinikmati, apapun itu, karena secara konkret secara realistis kita perlu menyadari ketergantungan kita terhadap orang lain nggak bisa harus 100 persen," pungkasnya.


(naf/kna)

Read Entire Article