Jakarta -
Mungkin ada yang bertanya-tanya, apa yang membuat seorang atlet mampu bergerak begitu cepat, tetap fokus, dan tenang dalam mengambil keputusan. Jawabannya ternyata berkaitan dengan fungsi otak mereka.
Sejumlah penelitian menunjukkan otak atlet memiliki perbedaan signifikan dibandingkan orang pada umumnya. Perbedaan ini mencakup cara otak menyerap informasi, menjaga keseimbangan, hingga mengatur konsentrasi.
5 Perbedaan Otak Atlet dan Rata-rata Orang pada Umumnya
Dikutip dari laman Live Science, berikut perbedaan otak atlet dan rata-rata orang pada umumnya:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Kemampuan Menyerap Informasi Visual yang Cepat
Kemampuan untuk menyerap informasi visual dengan cepat dan membuat keputusan yang tepat merupakan keterampilan yang penting bagi para atlet, terutama bagi mereka yang bermain dalam tim.
Sebuah studi pada tahun 2013 dalam jurnal Scientific Reports, pemain hoki es, sepak bola, dan rugby profesional merupakan pembelajar visual yang lebih baik daripada orang dengan kemampuan tingkat rendah dalam olahraga yang sama.
2. 'Muscle Memory' yang Kuat
Atlet akrobatik, seperti penyelam dan pesenam harus benar-benar pandai dalam melakukan rangkaian gerakan, tanpa memikirkannya secara sadar. Fenomena ini secara umum dikenal sebagai muscle memory atau memori otot.
Sebuah studi pada tahun 2023 dalam The Journal of Neuroscience mengungkapkan, otak merencanakan dan mengkoordinasikan gerakan berulang, seperti yang dilakukan atlet dan musisi terlatih. Mereka secara cepat "meng-zip" dan membuka informasi penting tentang gerakan tersebut.
Awalnya, otak memprogram urutan dan timing gerakan secara terpisah. Tapi, melalui latihan, kedua elemen tersebut menyatu menjadi satu rangkaian aktivitas otak yang terkoordinasi. Proses ini melibatkan jaringan neuron di korteks, yaitu lapisan luar otak yang berperan dalam mengatur gerakan.
3. Keseimbangan yang Baik
Atlet akrobatik, seperti pesenam mempunyai proprioseptif atau kemampuan untuk merasakan posisi tubuh mereka di ruang angkasa yang luar biasa. Jaringan neuron yang rumit di serebelum (suatu wilayah di dasar otak), memungkinkan para atlet dengan cepat menjaga keseimbangan di atas saat suatu trik tidak berjalan sesuai rencana.
4. Fokus yang Tinggi
Seorang atlet harus mampu membagi perhatian dengan tepat serta secara dinamis beralih di antara berbagai cara berpikir. Misalnya, dalam pertandingan sepak bola, pemain yang menggiring bola ke satu arah mungkin perlu segera beralih arah jika didekati pemain dari tim lawan.
Keterampilan kognitif yang dibutuhkan untuk mengalihkan perhatian juga mencakup tugas-tugas dalam kehidupan sehari-hari, seperti mendengarkan podcast sambil membersihkan rumah. Sebuah studi tahun 2022 dalam International Journal of Sport and Exercise Psychology memberi bukti bahwa atlet jauh lebih baik dalam hal ini dibandingkan non atlet.
Khususnya, atlet yang dilatih dalam olahraga tim yang membutuhkan latihan aerobik atau interval intensitas tinggi memiliki keterampilan yang jauh lebih baik di bidang ini. Para peneliti menemukan bahwa mereka menonjol karena fleksibilitas kognitif dan kemampuan mereka untuk mengalokasikan perhatian dengan tepat.
Manfaat kognitif dari latihan atletik juga bisa dirasakan seumur hidup. Hal ini dialami oleh mendiang atlet lintasan dan lapangan asal Kanada, Olga Kotelko yang memegang lebih dari 30 rekor dunia.
Sebelum meninggal di usia 95 tahun, salah satu penulis studi Jurnal Internasional Psikologi Olahraga dan Latihan dan direktur Pusat Kesehatan Kognitif dan Otak di Universitas Northeastern di Boston, Art Krame dan rekannya mempelajari otaknya di laboratorium.
Seiring bertambahnya usia, "materi putih" atau koneksi antara neuron di berbagai wilayah otak menurun. Tapi, tim menemukan bahwa Olga yang saat itu berusia pertengahan 90-an memiliki materi putih yang sangat utuh, sebanding dengan wanita kurang aktif yang berusia lebih dari tiga dekade lebih muda.
Selain itu, Olga lebih cepat dalam merespons tugas-tugas kognitif dari pada orang-orang non-usia lainnya yang diuji dalam penelitian terpisah dan independen. Dia juga memiliki ingatan yang lebih baik daripada mereka.
Kendati demikian, kesimpulan ini tidak bisa ditarik dari satu atlet, serta tidak semua olahraga tingkat elit dikaitkan dengan orang yang bertahan hingga usia lanjut dan tetap bugar seperti Olga. Para ilmuwan masih mencari tahu olahraga mana yang memberi manfaat tersebut, mana yang tidak.
(elk/suc)