Jakarta -
Indonesia menjadi salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai negara mega-biodivensity. Dengan luas wilayah yang terdiri dari ribuan pulau dan berbagai jenis ekosistem, Indonesia menjadi rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna, banyak di antaranya endemik atau hanya ditemukan di wilayah ini.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Sumberdaya Genetik (KKHSG) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nunu Anugrah mengatakan predikat sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia memberikan kebanggaan sekaligus tanggung jawab besar bagi semua pihak.
"Karena kita punya predikat sehingga kita harus mampu mengawal predikat itu. Dan biodiversity, di konteks undang-undang Nomo 5 tahun 1990, yang kemudian direvisi menjadi undang-undang 32 tahun 2024, maka disebutnya belong to the state, milik negara. Jadi karena milik kita semua, ada hak publik yang diatur oleh pemerintah, begitu kira-kira. Maka mekanisme hak terhadap biodiversity ini diatur baik di konteks pilar pengawetannya, baik di pilar perlindungannya, baik di pilar pemanfaatannya," jelas Nunu dalam sebuah talkshow di Festival LIKE 2 belum lama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjaga keanekaragaman hayati memerlukan komitmen dari semua pihak, termasuk individu, komunitas, pemerintah, dan sektor swasta. Dengan langkah-langkah yang hati-hati dan bijaksana, kita dapat memastikan bahwa keanekaragaman hayati tetap terjaga untuk generasi mendatang.
"Jadi pilar konservasi itu ada 3, kita mengawetkan, kita melindungi, dan kita memanfaatkan secara lestari. Sehingga kalau kita kaitkan dengan tema tadi, hati-hati, bahwa konteks pemanfaatan itu punya prinsipnya. Memanfaatkan biodiversity itu punya prinsip, yaitu precautionary principle. Prinsip kehati-hatian. Memanfaatkan dari alam, maka sesuai aturannya kita harus menggunakan sistem kuota. Misalnya kayak begitu," ungkap Nunu.
Lebih lanjut Nunu memaparkan berbagai aksi konservasi yang tengah KLHK lakukan. Jika dikelompokkan, konservasi di antaranya terdiri dari konservasi ekosistem, spesies hingga genetik.
Dalam hal konservasi ekosistem, pemerintah telah menetapkan kawasan konservasi yang bentuknya kawasan pelestarian alam dan kawasan auaka alam. Kini sudah ada hampir 27 hektare lahan yang menjadi kawasan konservasi ekosistem di seluruh Indonesia.
"Kalau Bapak-Ibu berjalan ke Taman Nasional, ke Suaka Marga Satwa, ke Cagar Alam, ke Taman Hutan Raya, dan lain-lain, itu adalah bentuk konservasi ekosistem," jelasnya.
Foto: Tangkapan Layar
Kemudian konservasi spesies terbagai pada bagaimana konservasi yang ada di alamnya dan yang di luar habitat alamnya. Konservasi alam ini dikenal dengan konservasi in situ dan konservasi ek situ.
"Nah kalau di alam, Bapak Ibu melihat burung, beterbangan bebas di alam itu konservasi di situ. Bagaimana kita menjaga, merawat, mempatroli, menyelamatkan, gitu ya. Melakukan research, itu adalah konservasi di habitat alaminya," ungkap Nunu.
Sementara konservasi ek situ merupakan konservasi yang dilakukan oleh lembaga konservasi daerah. Contoh dari konservasi ek situ adalah dengan membangun kebun raya, kebun biatang, arboretum, taman safari. Konservasi ek situ juga bisa dilakukan dengan membangun tempat khusus penyimpanan sperma satwa.
"Jadi banyak effort yang sudah dilakukan oleh Indonesia karena biodiversity adalah global future. Jadi masa depan dunia, bukan aset dunia," jelas Nunu.
Selanjutnya konservasi genetik, lanjutnya, kita punya seed bank seperti di IKN tengah membangun Plasma Nutfah Nasional. Selain itu, di berbagai universitas juga kini punya teknologi-teknologi yang menguji tes DNA dan lain-lain.
"Itu saya kira bentuk-bentuk dari konservasi genetik. Sekarang kepunahan spesies pun bisa direduksi dengan pendekatan teknologi. Badak misalnya kita sudah menggunakan assistive reproductive technology. Jadi kayak bayi tabung begitu ya. Jadi sudah tidak menjadi persoalan lagi, kepunahan sudah bisa didekati dengan penggunaan teknologi," ungkapnya.
Meskipun kaya akan keanekaragaman hayati, Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam menjaga dan melestarikannya. Ancaman terhadap keanekaragaman hayati Indonesia seperti eksploitasi berlebihan, penyelundupan, maupun kepunahan.
"Konservasi berbasis masyarakat juga itu sedang kita lakukan. Sosial forestry juga sedang berjalan. Itu juga berkontribusi pada konteks-konteks konservasi. Sustainable forest management, climate change mitigation kemudian international cooperation. Karena kita tidak bisa secara setiap negara berdiri sendiri. Kita perlu cooperation, kerja sama, kolaborasi, paradigmanya harus terus dikembangkan," pungkasnya.
(akn/ega)