Jakarta -
Sebulan berlalu pasca kematian 'dr ARL', calon dokter spesialis di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) gaduh menjadi perbincangan. ARL ditemukan tewas di kamar kostnya, Semarang, Jawa Tengah pada Senin (12/8/2024). Dirinya diduga bunuh diri karena menjadi korban perundungan semasa menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS) prodi anestesi. Pihak kepolisian hingga kini masih mendalami sejumlah bukti dan laporan termasuk hasil investigasi Kemenkes RI yang menunjukkan rekaman suara hingga tangkapan layar percakapan 'ARL'.
Belakangan, pihak keluarga ARL juga melayangkan laporan adanya dugaan perundungan yang dilakukan senior. Ada lebih dari empat senior di PPDS Undip prodi anestesi yang dimintai keterangan. Namun, hasil pemeriksaan belum dirilis lebih lanjut. Kemenkes RI sebelumnya mengungkap salah satu perundungan yang diterima ARL adalah permintaan uang dengan nilai Rp 20 sampai 40 juta.
Polemik terus berlarut pasca sederet bantahan disampaikan sejumlah pihak. Pihak Universitas Diponegoro dalam keterangan resminya beberapa kali menekankan kampus bebas bullying sejak Agustus 2023. Teranyar, Perwakilan Komite Solidaritas Profesi, M Nasser juga menyesalkan pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait hasil investigasi hingga melaporkan yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melaporkan pejabat Kementerian Kesehatan atas penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran. Kebohongan kedua yang disiarkan adalah kebohongan adanya bullying atau perundungan seolah-olah bunuh diri akibat perundungan. Bagaimana perundungan beliau almarhum semester lima, siapa yang membully semester lima?" kata Nasser kepada wartawan di Bareskrim Polri, Rabu (11/9/2024).
Pengakuan Bullying-Iuran Rp 20-40 Juta
Kasus tak kunjung usai dipersoalkan, Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko akhirnya mengakui perundungan atau bullying terjadi di prodi anestesi FK Undip. Termasuk soal permintaan iuran Rp 20 hingga 40 juta. Yan menjelaskan iuran dipakai untuk keperluan bersama sejumlah residen di luar pendidikan, kebutuhan makan, penyewaan mobil, kost, sampai kegiatan nyanyi hingga sepak bola.
"Saya melihat terkait iuran, mendengarkan cerita mereka yaitu pelaku yang menjelaskan alasan rasionalnya mengapa harus iuran. Tetapi saya tahu, bahwa di balik rasional pembenaran pelaku, itu tidak bisa diterima oleh publik, sehingga saya rasa itu memang harus dihapuskan," beber dia dalam konferensi pers Jumat (13/9/2024).
"Jadi kalau di anestesi l, di semester 1 mereka per bulan satu orang Rp 20-40 juta untuk 6 bulan pertama. Untuk gotong royong konsumsi, tapi nanti ketika semester 2, nanti gantian yang semester 1 terus begitu, jadi semester 2 tidak itu lagi," ujarnya.
Permohonan Maaf
Yan yang juga spesialis bedah onkologi di RSUP Kariadi memohon maaf kepada seluruh pihak termasuk Kementerian Kesehatan RI dan berupaya terus melakukan perbaikan dalam sistem PPDS.
"Kami menyadari sepenuhnya, kami menyampaikan, dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis internal kami terjadi praktik-praktik kasus perundungan, dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal, dengan demikian kami memohon maaf kepada masyarakat terutama, kepada Kemenkes RI, kepada Kemendikbudristek, dan kepada Komisi IX DPR RI, Komisi X DPR RI, kami memohon maaf bila masih ada kekurangan kami menjalankan proses PPDS ini," ucap Yan.
Meminta Praktik PPDS Anestesi Dilanjut
Yan memohon agar proses PPDS anestesi yang sempat disetop di Undip terkait investigasi kasus bullying, segera dicabut. Ia menekankan Undip ingin ikut terlibat dalam proses pemenuhan dokter spesialis di Indonesia. Ada lebih dari 80 peserta didik di PPDS Undip prodi anestesi yang masih belum bisa melanjutkan pendidikan praktik langsung di RS. Walhasil, kegiatan hanya banyak dilakukan di lingkup kampus dengan mengerjakan tesis.
"Kami mohon dukungan pemerintah dan masyarakat untuk dapat melanjutkan PPDS di FK Undip, khususnya saat ini adalah program studi anestesi dan intensive care supaya kami dapat ikut berperan serta memberikan sumbangsih kepada negara untuk segera ikut serta memenuhi kebutuhan SDM dokter spesialis, agar terdistribusi merata di Nusantara," tukasnya.
NEXT: Apa Kata Kemenkes?
Simak Video "Kemenkes Terima 401 Laporan Perundungan, 100 Kasus Sudah Ditangani"
[Gambas:Video 20detik]