Senyum semringah terus mengembang di bibir Suster Elisabeth Hardiantinawati, usai mengikuti Yudisium Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada Jumat (13/9) siang, di Auditorium Kampus B Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa).
Perempuan yang kerap disapa Suster Elisabeth itu dikukuhkan sebagai PPG Dalam Jabatan Program Studi Bahasa Inggris. Ini menjadi momen pertama kalinya Suster Elisabeth menginjakkan kaki di kampus Unusa.
"Ini pertama kali saya datang ke kampus (Unusa) karena selama 3 bulan kuliah dilakukan secara online," ujar Kepala SMP Katolik Santa Clara Surabaya ini, saat ditemui Basra usai pengukuhan.
Pertama kali menginjakkan kaki di kampus Unusa, Suster Elisabeth mengaku cukup deg-degan. Ia risau akan pandangan dari mahasiswa lainnya.
"Penampilan saya kan berbeda dari mahasiswa di sini yang mayoritas muslim. Saya memang memakai penutup kepala tetapi bukan jilbab seperti kebanyakan yang dipakai mahasiswa muslim," terangnya.
Perasaan risau tersebut juga sempat dirasakan Suster Elisabeth saat pertama kali mengikuti perkuliahan. Ia khawatir akan pandangan risih atau negatif dari teman-teman kuliahnya.
"Memang kita tidak bertemu secara langsung hanya lewat online. Tapi kan saat kuliah online, kita juga harus menampilkan wajah. Nah saya itu sempat kuatir teman-teman akan merasa risih lihat penampilan saya, pokoknya hal negatif yang saya pikirkan waktu itu," ungkap perempuan asal Yogyakarta ini.
Tapi seiring berjalannya waktu, kegalauan itu berangsur menghilang. Ternyata, baik dosen maupun mahasiswa lain dapat menerima kehadiran dirinya.
“Semua berjalan biasa saja dan semakin menarik ketika beberapa dosen dengan ramah dan candaan memberikan kesempatan yang sama kepada saya untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran,” kata perempuan 51 tahun ini.
Bagi Suster Elisabeth, meski usianya tidak lagi muda dibanding teman-teman satu kelasnya, ia merasakan materi yang diberikan oleh para dosen bisa diterima dan dapat menambah wawasannya.
“Ini terlihat sekali ketika pada saat dilaksanakan pembelajaran secara online dan tugas mandiri, serta presentasi peserta, semua mengerjakan dan mengumpulkan dengan baik. Para peserta juga aktif dalam berinteraksi dan berbagi pengalaman, demikian juga para dosen aktif menyapa saya,” kata alumni FKIP Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya ini.
"Bahkan saat pengukuhan, bapak rektor menyapa dengan mengucapkan salam dari berbagai agama. Saya senang mendengar sapaan bapak rektor, kampus ini memang sangat menghargai perbedaan," pungkasnya