Kegiatan Penambangan dan Kerusakan Lahan

3 hours ago 5
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock

Sebagai suatu kegiatan yang mengeksploitasi sumber daya bumi, khususnya mineral dan batu bara, kegiatan pertambangan selalu dipersepsikan oleh banyak kalangan sebagai suatu kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan.

Bahkan terkadang muncul pandangan bahwa sebaiknya kegiatan pertambangan dilarang. Apalagi belakangan ini muncul banyak berita yang menuduh kegiatan pertambangan telah menimbulkan kerusakan lahan dan pencemaran.

Sejatinya kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari ketergantungan terhadap bahan yang berasal dari bumi, atau sering disebut sebagai sumber daya bumi, atau lebih spesifik lagi dalam tulisan ini adalah sumber daya mineral dan batu bara.

Untuk menggambarkan ketergantungan tersebut, kebutuhan manusia akan bahan bangunan seperti semen, batu dan pasir tidak akan tergantikan sampai kapan pun. Bahan pembuat semen yang terutama adalah batu gamping atau batu kapur.

Bahan-bahan tersebut yang diperoleh melalui kegiatan pertambangan dapat dikatakan merupakan kebutuhan langsung semua orang, untuk membangun rumah, gedung sampai dengan pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, bendungan dan lainnya.

Sementara batu bara dibutuhkan selain untuk pembangkitan tenaga listrik yang sampai saat ini dinilai paling andal dan murah, juga digunakan untuk proses peleburan logam.

Mineral-mineral logam diperlukan baik berupa logam berharga seperti emas dan perak, juga sebagai bahan baku untuk berbagai barang kebutuhan manusia, seperti besi baja, kabel tembaga, bahan komponen bateria dan lainnya.

Selama ini kegiatan pertambangan selalu dikaitkan dengan penambangan batubara atau mineral logam seperti emas, nikel, tembaga dan timah yang di kalangan pertambangan disebut sebagai pertambangan bijih.

Penambangan batu dan pasir juga bagian dari kegiatan pertambangan. Ditinjau dari kegiatannya, pertambangan batubara, mineral logam dan batuan secara prinsip tidak berbeda, umumnya dilakukan dengan sistem tambang terbuka atau tambang di permukaan (surface mining).

Sistem penambangan bawah tanah untuk mineral logam, seperti emas dan tembaga serta batubara tidak banyak diterapkan di Indonesia.

Kegiatan penambangan terbuka dicirikan dengan kegiatan penggalian dan penimbunan. Secara sekuensial, tahap penambangan diawali dengan pembersihan lahan dari tumbuhan dan dilanjutkan dengan penggalian awal untuk mengupas tanah pucuk dan batuan penutup yang tidak bernilai ekonomis yang dikenal dengan overburden.

Tanah pucuk seyogyanya disimpan dengan baik karena telah mengandung unsur hara yang berguna untuk keberhasilan reklamasi pada lahan bekas penambangan atau lahan timbunan batuan penutup. Batuan penutup ditimbun pada area yang tidak akan digali atau pada lahan bekas galian.

Setelah lapisan batuan yang mengandung mineral bijih atau batubara atau batuan yang menjadi target penambangan tersingkap maka akan dilakukan penggalian untuk menghasilkan bijih atau batubara atau batuan tertambang atau di kalangan pertambangan disebut sebagai run of mine atau ROM untuk diproses lebih lanjut atau dikirim langsung ke konsumen.

Di lapangan ketiga tahap kegiatan tersebut dapat dilakukan bersamaan hanya dilakukan pada area yang berbeda. Perlu diketahui bahwa praktik penambangan yang baik atau good mining practice, baik yang telah digariskan melalui berbagai peraturan yang telah disusun secara komprehensif di sektor ESDM maupun yang berlaku umum di kalangan pertambangan dunia, kegiatan reklamasi merupakan tahap yang tak terpisahkan dari tahapan penambangan.

Tahap reklamasi adalah upaya perbaikan lahan yang terganggu oleh kegiatan penambangan, baik pada area penggalian, penimbunan atau lahan yang digunakan untuk sarana dan prasarana sehingga dapat mengembalikan fungsi lingkungannya.

Bentuk reklamasi pada pertambangan yang umum adalah penataan lahan dan penanaman tumbuhan. Tetapi di sektor pertambangan dikenal juga reklamasi bentuk lain, misalnya dalam bentuk danau pascatambang.

Read Entire Article