Usulan tarif cukai MBDK tersebut tercantum dalam kesimpulan Rapat Kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (BAKN DPR). Rapat ini dihadiri oleh Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Askolani.
Pimpinan BAKN DPR RI, Wahyu Sanjaya, mengatakan DPR dan pemerintah sudah mengkaji isu cukai khususnya MBDK melalui berbagai rapat.
Wahyu mengungkapkan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi, BAKN mendorong agar pemerintah mulai menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen.
"BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar minimal 2,5 persen pada 2025, dan secara bertahap sampai dengan 20 persen," kata Wahyu dalam Rapat BAKN, Selasa (10/9).
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2025. Pungutan cukai MBDK masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Salah satu pertimbangan pemerintah memungut cukai MBDK akibat tingginya angka prevalensi diabetes. Sehingga perlu ada upaya mengatasi isu kesehatan tersebut.
International Diabetes Federation (IDF), Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045.
“Cukai makanan dan minuman berpemanis sesuai dengan tujuan dari Kemenkes untuk menjaga meluasnya atau makin tingginya prevalensi diabetes bahkan ke tingkat anak-anak,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR, Rabu (28/8).