Jakarta -
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut bahwa pengartian penerapan demokrasi di Indonesia harus dipikirkan. Bamsoet juga menyinggung wacana kotak kosong pada pilkada mendatang.
Hal itu dikatakan Bamsoet dalam paparannya di acara Seminar Hari Konstitusi yang diadakan oleh MPR bertajuk 'Refleksi Ketatanegaraan: Quo Vadis Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia' di gedung MPR/DPD/DPR RI, Jakarta, Minggu (18/8/2024). Awalnya, Bamsoet mengatakan konstitusi sekarang ini, ditafsirkan menurut selera, dan bukan berdasarkan tujuan awal.
"Konstitusi ditafsirkan menurut selera, dan bukan lagi merujuk pada tujuan awal. Atau original intent. Dan itikad atau niat baik atau good intent, dari rumusan naskah UU dasar kita," kata Bamsoet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, dirinya juga menyinggung terkait kotak kosong. Jika itu adalah bagian dari pada mengartikan demokrasi, maka harus dihormati.
"Apakah semangat menciptakan kotak kosong ini juga bagian dari pada mengartikan demokrasi yang kita cita-citakan? Ini juga harus menjadi jawaban kita semua, kalau ya, ya mari kita hormati itulah fakta demokrasi," sebutnya.
Untuk itu, dalam acara diskusi tersebut, diharapkan dibahas lebih lanjut untuk mengevaluasi sistem demokrasi di Indonesia. Sebab untuk sekarang, kata dia, ongkos politik telah sangat mahal.
"(Sistem demokrasi Indonesia) apakah lebih banyak manfaatnya atau justru lebih banyak mudaratnya. Karena ongkosnya sangat mahal, transaskional, dan membuat masarakat pragmatis," katanya.
"Maka kita hari ini terjebak pada sistiem demokrasi angka-angka. Sistem demokrasi transaksional. Sistem demokrasi NPWP, nomor piro wani piro," tambahnya.
Lebih lanjut, dirinya menyebut banyak yang merasakan dampak dari sistem demokrasi yang transkasional tersebut. Dirinya pun khawatir pada pilkada serentak besok, akan menambah orang yang tertawa sendirian.
"Saya khawatir pilkada serentak besok, akan menambah orang-orang yang gembira, tapi sendirian ketawanya. Mudah-mudahan tidak," tuturnya.
(rdp/rdp)